Pengembangan Model Pembelajaran Internalisasi Nilai-Nilai Kewirausahaan pada Sekolah Menengah Kejuruan di Kota Malang

Rabu, 13 April 2011

Agung Winarno

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang

 Abstract: Entrepreneurship training subject relate to the performing human attitudes, and consequences
of this condition the subject must consist of the aim of competency. The research outcome has indicated that
curriculum, subject resource, and teaching methods are still conventional implemented by teachers. The
teaching is still based on classical model. The test research has indicated that the effectiveness of student’s
entrepreneurship behaviour based on five indicators that are self confident, creativity, performing motivation,
daring to take risk and leadership indicating average score. It means that their attitudes were not
changing even though they got entrepreneurship subject at school. Internalisation teaching model as
specific model design is to be suggested through this entrepreneurship research. The reason is that this
model will make student to be fully involved with their better understanding.

Keywords: Internalisation teaching model, Entrepreneurship values

Pendidikan yang berbasis kewirausahaan adalah
pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan
metodologi ke arah internalisasi nilai-nilai pada peserta
didiknya melalui kurikulum yang terintegrasi dengan
perkembangan yang terjadi baik di lingkungan sekolah
maupun lingkungan masyarakatnya serta penggunaan
model dan strategi pembelajarnn yang relefan dengan
tujuan pembelajaranyan itu sendiri. Lembaga pendidikan
tidak boleh hanya bertugas melahirkan banyaknya
lulusan, akan tetapi yang jauh lebih penting adalah
seberapa besar lulusanya itu dapat menolong dirinya
sendiri dalam menghadapi tantangan di masyarakat
atau dengan kata lain sekolah haruslah meningkatkan
kecakapan hidup lulusannya (Anwar,2004)

Seseorang yang memiliki jiwa wirausaha adalah
mereka yang didalam kepribadiannya telah terinternalisasikan
nilai-nilai kewirausahaan, yakni kepribadian
yang memiliki tindakan kreatif sebagai nilai, gemar
berusaha, tegar dalam berbagai tantangan, percaya
diri, memiliki self determination atau locus of control,

Alamat Korespondensi:

Agung Winarno, Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Malang, telp. 085649905551; email:
agwin@um.ac.id

berkemampuan mengelola risiko, perubahan dipandang
sebagai peluang, toleransi terhadap banyaknya
pilihan, inisiatif dan memiliki need for achievement,
perfeksionis, perpandangan luas, menganggap waktu
sangat berharga serta memiliki motivasi yang kuat,
dan karakter itu semua telah menginternal sebagai
nilai-nilai yang diyakini benar (Kuratko, 2003).

Sekolah kejuruan sebagai salah satu model
lembaga pendidikan yang tujuannya adalah (1)
Menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja
serta mengembangkan sikap profesional (2) Menyiapkan
siswa agar mampu memilih karier, mampu
berkompetisi san mampu mengembangkan diri, (3)
Menyiapkan tenagas kerja tingkat menengah uyntuk
mengisi kebutuhan dunia usaha dan imdustri pada saat
ini mapun pada masa yang akan datang, dan (4)
Menyiapkan tamatan agar menjadi warga negara yang
produktif, adaptif dan kreatif, maka Lembaga ini
sebenarnya memiliki tanggung jawab yang sangat
relevan terhadap pembentukan jiwa kewirausahaan
bagi lulusannya.

Kontribusi Sekolah kejuruan dalam masalah ini
terus dipertanyakan banyak pihak, selain karena
banyak lulusan yang tidak memenuhi kualifikasi yang
disaratkan oleh sektor pengguna artinya tujuan poin
1–3 kurang tercapai, terlebih lagi apabila dikaitkan

124



Pengembangan Model Pembelajaran Internalisasi Nilai-Nilai Kewirausahaan pada SMK di Kota Malang Pengembangan Model Pembelajaran Internalisasi Nilai-Nilai Kewirausahaan pada SMK di Kota Malang
dengan kesempatan kerja yang terbatas, Lulusan
Sekolah kejuruan yang seharusnya bisa langsung
masuk dunia kerja, hingga kini masih jauh dari harapan,
Oleh karenanya, maka lulusan SMK seharusnya tidak
difokuskan pada penyiapan menjadi tenaga kerja dunia
usaha, melainkan penekanan kepada kemauan
menjadi wirausaha menjadi mengemuka, namun hasil
penelitian menunjukkan bahwa minat lulusan SMK
untuk menjadi wirausaha masih kecil (Sutjipto,2001)
Oleh karenanya, masalah ini haruslah menjadi
tanggung jawab Lemba pendidikan sebagai penyebar
nilai-nilai, yakni bagaimana nilai kewirausahaan itu
benar-benar menjadi minat kuat bagi lulusannya Minat
siswa terhadap kewiraswastaan muncul bila terdapat
keyakinan yang kuat untuk berwiraswasta, dan pekerjaan
tersebut mereka anggap penting sehingga ia akan
memperoleh imbalan yang memadai.

Pembentukan budaya kewirausahaan salah satu
pendekatan adalah melalui proses pendidikan, Cambers
(1982) menyatakan bahwa martabat yang mulia
(dignity) harus dibina melalui proses mental dan
rasionalitas dalam pendidikan. Pendidikan adalah
sebagai proses dimana suatu budaya secara formal
ditransmisikan kepada si pembelajar, yang berfungsi
sebagai tranmisi pengetahuan, pengemongan manusia
muda, mobilitas sosial, pembentukan jati diri dan kreasi
pengetahuan. Lebih rinci Keller, dkk. (1997) dan
Choueke dan Amstrong (1988)S mengatakan bahwa
terdapat 7 (tujuh) fungsi sosial pendidikan yaitu (1)
pengajar keterampilan,(2) mentransmisikan budaya,

(3) mendorong adaptasi lingkungan, (4) membentuk
kedisiplinan, (5) mendorong bekerja kelompok, (6)
meningkatkan perilaku etik, dan (7) memilih bakat dan
memberi penghargaan prestasi.
Namun demikian Winarno (2007) yang melakukan
penelitian tentang efektivitas pembelajaran
kewirausahaan di kelas kewirausahaan SMK di
Malang menununjukkan bahwa materi dan strategi
pembelajaran kewirausahaan tidak cukup efektif
dalam mengembangkan nilai-nilai kewirausahaan
siswa. Demikian pula, pemahaman masalah kewirausahaan
para pengelola (wali kelas, guru dan pembimbing)
telah berkontribusi pula dalam kegagalan
pencapaian tujuan kelas kewirausahaan.

Penelitian ini dirancang untuk melakukan kajian
mendalam dalam rangka menemukan model pembelajaran
internalisasi nilai-nilai kewirausahaan yang

sesuai dengan perkembangan kejiwaan siswa SMK,
termasuk di dalamnya ditemukan materi, strategi dan
media pembelajran yakni meliputi: diskripsi strategi
pembelajaran kewirausahaan yang berlangsung
terkait dengan relefansinya pencapaian tujuan pembelajaran
kewirausahan, mengekplorasi dan mendokumentasi
berbagai kelebihan dan kelemahan pembelajaran
kewirausahaan.

METODE

Penelitian ini tahap awal dari dua tahap yang
direncanakan, pendekatan yang digunakan adalah
”elektik approach” atau disesuaikan dengan
tahapannya. Penelitian ini lebih banyak digunakan
pendekatan deskriptif kualitatif (ekploratif), Kualitatif,
karena data yang akan dikumpulkan besifat data lunak
(soft), penekanan pada diskripsi-diskripsi tentang orang,
tempat dan percakapan dan tidak menekankan
penggunaan prosedur statistik, diskripsi tentang model
yang diterapkan, kendala dan kelemahan menjadi
fokus utama tahap ini. Tentu berbeda dengan tahap
berikutnya yang lebih menekankan pada uji coba model
serta uji hipotesis efektifitas model pembelajaran
(pengembangan dan causalitas).

Penelitian ini akan mencakup proses pembelajaran
kewirausahaan mulai dari imput, proses sampai
output pembelajaran yang telah dilakukan. Temuan
tiap tahap penelitian dijadikan landasan untuk mengembangkan
model yang lebih efektif melalui
pengembangan model sesuai dengan alur model yang
direncanakan. Objek penelitian adalah SMK di Wilayah
Kota Malang dengan informan kunci para siswa,
guru dan Pengelola Sekolah, pengumpulan data selain
melalui kajian dokumen (kurikulum dan bahan ajar)
juga wawancara mendalam, serta pengamatan. Untuk
mengetahui tingkat sikap kewirausahaan siswa digunakan
intrumen tes yang dikembangkan oleh Winarno
(2008) yakni mengidentifikasi nilai-nilai kewirausahaan
berdasarkan 5 (lima) komponen dasar yakni kepercayaan
diri, kreatifitas, motivasi, sikap terhadap
risiko serta kepemimpinan. Analisis data juga dilakukan
asnalisis berkelanjutan, yakni pengumpulan,
analisis dan intepretasi dilakukan bisa jadi dalam
wakatu yang bersamaan sebagaimana dikemukakan
Bogdan, Robert, C., & Biklen S.K (1998).

 125 ISSN: 0853-7283

Agung Winarno Agung Winarno
HASIL
Karakteristik Input

Matadiklat kewirausahaan adalah matadiklat
kelompok adaptif, sehingga semua siswa SMK
mendapatkan materi ini, meskipun agak bervariasi
dalam penyajiannya, akan tetapi rata-rata SMK
memberikan matadiklat ini sejak semester pertama
(kelas 10), hasil ters terdapat informan tentang
perkembangan sikap atau nilai kewirausahaan siswa
berdasarkan instrumen telah disusun untuk menangkap
kecenderungan sikap siswa terhadap 5 unsur nilai
kewirausahaan, yakni tingkat kepercayaan diri,
kreatifitas, motivasi berprestasi, sikap terhadap risiko
serta kepemimpinanTabel 1 berikut menunjukkan nilai
skor siswa berdasarkan 5 kelompok nilai-nilai kewirausahaan
dimaksud.

Dari data yang disajikan dalam tabel 1 dapat
diberikan penjelasan bahwa skore kecenderungan
nilai atau sikap kewirausahaan siswa masih berada
di bawah standar yang diperlukan bagi seorang
wirausaha, sebagaimana instrumen ini dirancang oleh
Winarno (2008) skore minimal untuk dapat direkomendasi
memiliki nilai kewirausahaan yang memadai
adalah sebesar antara 125–150, namun hasil tes dari

sample skore nilai masih berada pada 91,743 hal ini
mengindikasikan bahwa pembelajaran kewirausahaan
di SMK masih belum banyak menyentuh terhadap
ranah afeksi yakni pembentukan nilai-nilai yang
diperlukan bagi seorang wirausaha.

Analisis Kurikulum

Dalam praktik pembelajaran kewirausahaan di
SMK guru menggunakan kurikulum yang berbeda dan
merupakan sajian kurikulum yang dianggap paling
sesuai untuk diterapkan di masing-masing SMK sesuai
dengan karakteristiknya. Berdasarkan analisis dengan
menggunakan tolak ukur pembelajaran nilai-nilai atau
sikap kewirausahaan, maka sejumlah materi yang
harus diberikan kepada siswa sebagian besar terkait
dengan keterampilan berbisnis, dan sedikit sekali yang
terkait dengan pengembangan sikap berwirausaha.
Tabel 1 berikut disajikan hasil analisis yang menggambarkan
kompetensi serta materi yang relevan
dalam pembentukan nilai atau sikap kewirausahaan
siswa.

Analisis Bahan ajar dan Media

Fokus identifikasi dalam penelitian ini adalah
bahan-bahan bacaan yang menjadi pegangan guru

Gambar 1. Angka unsur kecenderungan nilai kewirauswahaan

JURNAL EKONOMI BISNIS | TAHUN 14 | NOMOR 2 | JULI 2009 126

Pengembangan Model Pembelajaran Internalisasi Nilai-Nilai Kewirausahaan pada SMK di Kota Malang Pengembangan Model Pembelajaran Internalisasi Nilai-Nilai Kewirausahaan pada SMK di Kota Malang
Tabel 1. Materi yang relevan menggunakan model pembelajaran internalisasi

No Kompetensi
Materi

1 Mengidentifikasi sikap dan prilaku
wirausaha
2 Menerapkan sikap dan prilaku kerja

prestatif (selalu ingin maju)
3 Merumuskan solusi masalah
4 Mengembangkan semangat

wirausaha

5
Membangun Komitmen bagi dirinya
dan orang lain

6 Mengambil Risiko Usaha
7 Membuat Keputusan
8 Menunjukkan sikap pantang

menyerah dan ulet
9 Mengelola konflik
10 Membangun visi dan misi usaha

11 Menganalisis Peluang usaha
12 Menganalisis Aspek-aspek
perencanaan usaha
13 Menyusun Proposal Usaha

14 Mempersiapkan pendirian usaha
15 Menghitung risiko menjalankan

usaha
16 Menjalankan usaha kecil
17 Mengevaluasi hasil usaha

dalam mengajar mata diklat kewirausahaan, termasuk
media pembelajran yang digunakan utuk mendukung
keberhasilan pembelajaran kewirausahaan.

Bahan ajar sebagai rujukan utama yang dimiliki
guru sangat terbatas. Rata-rata guru hanya memiliki
satu buku pegangan dan dibantu oleh LKS. Hasil
pengamatan tentang bahan ajar tidak banyak materimateri
yang dapat membentuk sikap kewirausahaan
siswa. Sebagaimana buku pegangan guru penerbitan
yang terbaru isi materi memang mengacu pada kurikulum
2006 (KTSP), akan tetapi dari isi materi sebagian
besar memuat tentang ketrampilan pengelolaan
usaha yang meliputi:

Tidak ada yang relevan

Tidak ada yang relevan

Tidak ada yang relevan


Inovatif

Kreatifitas

Motivasi

Sikap bekerja efektif dan efisien

Menerapkan perilaku tepat waktu

Menerapkan perilaku tepat janji

Menerapkan kepedulian terhadap mutu hasil
kerja

Menerapkan komitmen tinggi terhadap
pengengendalian diri
Tidak ada yang relevan
Tidak ada yang relevan
Melakukan sikap pantang meyerah dan ulet dalam
kegiatan usaha
Tidak ada yang relevan
Tidak ada yang relevan

Mengembangkan ide dan peluang usaha
Tidak ada yang relevan

Tidak ada yang relevan

Tidak ada yang relevan
Tidak ada yang relevan

Tidak ada yang relevan
Tidak ada yang relevan

Dalam praktik pembelajaran kewirausahaan di
beberapa sekolah lebih banyak menggunakan metode
pembelajaran ceramah, sedikit diskusi dan penugasan.
Sebagaimana hasil wawancara Guru menggunakan
media pembelajaran tertentu, di antaranya format
pendirian dan perijinan usaha, profil organisasi usaha,
format proposal usaha, objek nyata, demikian pula
yang dikemukakan guru lainnya yang mengatakan
menggunakan model praktik usaha terbimbing.
Demikian pula, media pembelajaran yang dipergunakan
oleh guru sangat minim, misalnya dalam
ceramah hanya menggunakan buku teks, power point.
Sementara penugasan lebih banyak dengan format

 127 ISSN: 0853-7283

Agung Winarno Agung Winarno
pengamtan. Itupun dalam durasi yang terbatas minimnya
penggunakan media sebagai mana dikatakan oleh
guru bahwa selain mereka terbatas dalam waswasan
dan pengalaman mengajar materi kewirausahaan,
jarang sekali ada forum-forum yang memberikan
kesempatan guru untuk meningkatkan keterampilan
mengajar mata diklat ini. Selain hal tersebut, guru juga
mengaku terikat oleh target pemenuhan standart
kompetensi dalam silabus yang digunakan sebagai
acuan dalam mengajar.

Analisis Model Pembelajaran

Model pembelajaran dalam kontek ini adalah terkait
dengan strategi penyampaian materi pembelajaran
kewirausahaan untuk mata sajian yang dekat
dengan kompetensi pengembangan sikap kewirausahaan
siswa yang dilakukan oleh guru, hasil wawancara
dan pengamatan tampak bahwa rata-rata guru
tidak membedakan model pembelajaran berdasarkan
kompetensi yang ingin dicapai dalam kurikulum,
artinya semua materi dalam kurikulum disampaikan
dengan model yang seragam, mulai dari model
ceramah, diskusi dan penugasan, tidak terdapat model
khusus yang dirancang untuk kompetensi tertentu.
Hasil penelitian mendapatkan informasi bahwa model
ceramah merupakan model yang lebih banyak digunakan,
model lain yang digunakan adalah model penugasan
menjual produk, serta model pengamatan, akan
tetapi kedua model tersebut hanya sesekali dilakukan
dengan pertimbangan waktu yang tersedia.

PEMBAHASAN
Nilai kewirausahaan siswa

Apabila dari angka hasil tes tersebut di analisis
tiap komponen nilai-nilai yang mesti terinternalisasi
siswa dapat dirinci sebagai berikut (a)Nilai Konfidensi/
kepercayaan diri berada pada rerata 15,788,
sesuai dengan pedoman tes bahwa nilai siswa yang
masuk dalam katagori memadai nilai konfidensinya
berada pada nilai mendekati 25, dengan demikian
maka masalah ini masih perlu menjadi perhatian dalam
merancang pembelajaran. (b)Nilai kreatifitas yang
merupakan salah satu komponen penting bagi kompetensi
seorang wirausaha, berdasarkan hasil tes diperoleh
angka 16,158 jika dikaitkan dengan nilai sempurna
sebesar 25, maka nilai kreativitas siswa masih

berada di sekitar rata-rata nilai ini mengindikasikan
bahwa pembelajaran kewirausahaan belum banyak
menginternalisasikan kreativitas sebagai nilai yang
tumbuh pada diri siswa. (c) Motivasi berprestasi terkait
dengan seberapa sungguh-sungguh seorang siswa
memiliki dorongan kuat menjadi wirausaha, dalam
pendidikan kewirausahaan, masalah ini merupakan
masalah utama yang harus terinternalisasi agar dapat
mengimplementasikan dalam tindakan bisnis, hasil tes
menunjukkan angka sebesar 14,681 angka ini masih
jauh dari angka sempurna sebesar 25, dengan
demikian pembelajaran kewirausahaan selama ini
masih belum banyak membentuk nilai yang positif
terhadap motivasi siswa untuk terus berkembang
dalam bidang kewirausahaan, padahal agar seseorang
memiliki kecukupan dalam mengekplorasi potentsi
dirinya perlu mostivasi berprestasi yang kuat (Robbins,

S.P. 1993) (d) Sikap terkait dengan tingkat keberanian
seseorang dalam mengambil keputusan bisnis yang
berisiko, ketakutan terhadap risiko atau terlalu berani
dengan risiko merupakan sikap yang harus dihindari
bagi seorang wirausahawan (Charney, A.,dkk., 2000)
hasil tes siswa terhadap nilai ini memperoleh angka
16,736 angka ini merupakan angka yang kurang ideal
sebab instrumen ini dirancang bahwa angka ideal
berada pada kisaran 20–25 (e) Sikap kepemimpinan
dirancang dalam tes ini sebesar 50, angka ideal
diharapkan berkisar antara 40–50. Di bawah angka
ini seseorang masih kurang ideal menjadi wirausaha.
Hasil tes diperoleh angka seabesar 28 berarti sangat
jauh dari nilai ideal, bisa jadi angka ini merupakan
indikator bahwa pembelajran kewirausahaan tidak
banyak menyentuh masalah internalisasi nilai-nilai
terkait dengan kepemimpinan dalam berwirausaha.
Analisis kurikulum, bahan ajar dan model
pembelajaran

Berdasarkan sajian kurikulum tampak bahwa
dari sebanyak 17 kompetensi yang diturunkan ke
dalam 81materi pembelajaran, hanya terdapat 10
materi pembelajaran (12%) yang terkait dengan ranah
afeksi dan relevan digunakan model pembelajaran
internalisasi, sementara yang materi yang lain (88%)
lebih kepada penambahan pengetahuan mengelola
bisnis, atau wawasan tentang keterampilan berbisnis
(kecakapan berbisnis).

JURNAL EKONOMI BISNIS | TAHUN 14 | NOMOR 2 | JULI 2009 128

Pengembangan Model Pembelajaran Internalisasi Nilai-Nilai Kewirausahaan pada SMK di Kota Malang Pengembangan Model Pembelajaran Internalisasi Nilai-Nilai Kewirausahaan pada SMK di Kota Malang
Berdasarkan bahan tersebut tampak bahwa
bahan ajar yang diberikan lebih fokus kepada keterampilan
atau kecakapan dalam mengelola usaha serta
pola penyajian yang lebih bersifat penambahan
wawasan pengetahuan siswa, bukan disajikan dalam
bentuk bacaan yang dapat membentuk sikap kewirausahaan.
Demikian halnya model pembelajran yang
diterapkan oleh guru-guru kewirausahaan, materi
kewirauahaan lebih banyak disajikan dalam bentuk
ceramah dan sedikit penugasan terbatas, hal ini memberikan
indikasi bahwa ketidak relefannya model itu
jika dikaitkan dengan kompetensi yang akan dicapai,
dalam pengembangan nilai, seyogyanya model lebih
diarahkan kepada peningkatan kecakapan hidup
sesesorang (Bechaard P-Jean, 2005) Model internalisasi
relevan diterapkan meskipun model pembelajaran
sikap yang lain dapat digunakan. Model Internalisasi
adalah salah satu model yang dapat diterapkan
dalam pembelajaran yang terarah pada ranah afeksi
(pembentukan sikap/nilai, pada dasarnya model
internalisasi mencakup lima tahap yakni: (1) tahap
transformasi nilai–dalam tahap ini pendidik sekedar
menginformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang
baik kepada siswa yang semata-mata komunikasi
verbal. (2) tahap transaksi nilai yakni suatu tahap
pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi
dua arah, atau interaksi antara peserta didik dengan
pendidik yang bersifat interaksi timbal balik secara
aktif. Dalam tahap ini pendidik tidak hanya memberikan
informasi tentang nilai-nilai tetapi juga terlibat
dalam proses menerima dan melaksanakan nilai-nilai
itu. (3) tahap transinternalisasi–pada tahab ini jauh
lebih dalam yang juga melibatkan tidak hanya aspek
pisik, tetapi telah menyangkut sikap mental kepribadian
baik bagi pendidik maupun peserta didiknya.

Untuk dapat menerapkan model pembelajaran
internalisasi, terdapat banyak ragam bisa dipilih oleh
guru tetapi prinsip yang mesti dikembangkan adalah
sebagai berikut:

Dimensi peserta didik:


Peserta didik harus terlibat secara emosional
atas topik yang dibahas bersama dengan guru.

Siswa memiliki keberanian dalam mengemukakan
dengan jujur atas minat, keinginan, pendapat
serta dorongan-dorongan yang ada pada siswa
dalam proses belajar-mengajar. Keberanian itu
dapat terwujud karena direncanakan oleh guru
dengan memperhatikan suasana psikologis siswa


Proses belajar juga harus diikuti dengan sadar
dari dari siswa akan potensi kreatifitasnya dalam
menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat
mencapai suatu keberhasilan tertentu yang
memang dirancang oleh guru.

Pendekatan harus memunculkan suana menyenangkan
tanpa harus melalui gerakan phisik,
melainkan keterlibatan kesadaran atas hasil
rangsangan yang mampu dibuat oleh guru.
Dimensi Guru


Pendekatan yang dipilih guru diharuskan mampu
melibatkan emosional siswa sejak pertemuan
pertama, hal ini menuntut guru mempersiapkan
dengan matang perencanaan pembelajaran
dengan didahului memahami kondisi psikologis
siswa.

Guru hendaknya mampu mendorong siswa dalam
meningkatka kegairahan serta partisipasi
siswa secara aktif dalam proses belajarmengajar.
Hal ini dapat terjadi manakala kehadiran
guru diterima dengan terbuka oleh siswa
sebagai sahabat atau mitra belajar.

Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses
belajar-mengajar.

Pemberian kesempatan kepada siswa untuk
belajar sesuai dengan cara serta tingkat kemampuan
masing-masing.

Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis
strategi belajar-mengajar serta penggunaan multi
media. Kemampuan mi akan menimbulkan
lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk
mencapai tujuan.
Dimensi Program


Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran
yang memenuhi kebutuhan, minat serta
kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang
sangat penting diperhatikan guru.

Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan
konsep maupun aktivitas siswa
dalam proses belajar-mengajar.
129 ISSN: 0853-7283

Agung Winarno Agung Winarno

Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan
dengan situasi dan kondisi.
Dimensi situasi belajar-mengajar


Situasi belajar harus didisain dalam suasana
santai dan menyenangkan

Situasi harus mampu menjelmakan komunikasi
yang baik, hangat, bersahabat, antara guru-siswa
maupun antara siswa sendiri dalam proses
belajar-mengajar.

Adanya suasana gembira dan bergairah pada
siswa dalam proses belajar-mengajar.

Direkomendasi untuk suasana yang tenang untuk
materi yanga menuntut perenungan, serta suasana
di tempat terbuka yang memungkinkan untuk
materi yang memerlukan ekpresi gerakan dan
suara siswa.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

Kecenderungan sikap atau nilai-nilai kewirausahaan
yang dimiliki siswa berdasarkan hasil tes menunjukkan
angka yang relatif belum optimal hal ini mengindikasikan
bahwa sikap kewirausahaan siswa belum
terbentuk dengan baik.

Hasil analisis kurikulum yang digunakan oleh
SMK menunjukkan bahwa kompetensi yang ingin
dicapai dengan sajian materi pelajaran kewirausahaan,
menunjukkan sedikit sekali materi yang diarahkan pada
pembentukan sikap/nilai namun lebih kepa penambahan
wawasan kewirausahaan dan keterampilan
mengelola bisnis.

Bahan ajar yang dipergunakan sebagai referensi
guru untuk matadiklat kewirausahaan sangat terbatas,
dari yang ada apabila dikaji berdasarkan pembentukan
nilai juga relatif terbatas, sebagian buku mendukung
penambahan pengetahuan tentang wirausaha serta
keterampilan mengelola usaha.

Model pembelajaran yang digunakan guru, hasil
penelitian juga menunjukkan minimnya variasi dan
tidak banyak yang menyentuh penggunaan model
yang mengarah pada pembentukan nilai-nilai (afeksi)

Saran

Mengingat pembelajaran dengan kompetensi
pada ranah nilai-nilai kewirausahaan lebih sulit

dirancang dibanding kecakapan berbisnis, maka perlu
kajian secara menyeluruh terutama terhadap kurikulum
serta bahan ajarnya

Model internalisasi sebagai alternatif dalam
pembelajaran, perlu diakukan uji coba berulang kali
guna menguji tingkat efektivitasnya pada pengembangan
nilai-nilai itu termasuk variasi model yang
dapat diterapkan guru

Panduan guru tentang penerapan model yang
mencakup penentuan masing-masing kompetensi,
langkah-langkah pembelajaran, serta bahan ajar yang
sesuai, sangat diperlukan dalam pengembangan model
pembelajaran internalisasi nilai-nilai kewirausahaan.

DAFTAR RUJUKAN

Anwar. 2004. Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills
Education) Konsep dan Aplikasi. Bandung:
Alfabeta.

Bogdan, Robert, C., and Biklen, S.K. 1998. Qualitatif Research
in Education: an introduction to theory and
methods, USA, A Viacom Company.

Charney, A., dkk. 2000. The Impact of Entreprenuership
Education:An Evaluation of the Berger Entreprenuerhip
Program at the University of Arizona,19851999,
Kansas City, The Kauffman Centre for
Enterprenuerial Leadership.

Choueke, dan Amstrong. 1988. The Learning Organization
in Small and Medium-size Enterprises, A destination
or a journey, International Journal of Entrepreneurial
Behavior & Research Vol.4 (2),129–140.

Depdiknas-Dikdasmen.2002.Kurikulum Berbasis
Kompetensi, Kurikulum Online http://www.puskur.
or.id

DEPDIKBUD.1994. Kurikulum SMU GBPP. Jakarta:
Pemerintah RI.

DEPDIKBUD. 1999. Kurikulum SMK Gasris Besar Program
Pendidikan dan Pelatihan Adaptif. Jakarta:
Pemerintah RI.

Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. 2004. Arah dan
Strategi Penyelenggaraan Pemelajaran Mata Diklat
Kewirausahaan di SMK.

Kuratko, D.F. 2003. Entreprenuership Education:Emergin
Trends and Challenger for The 21 Centure, The Entreprenuership
Program, dkuratko @bsu.edu.

Mulyasa. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Pemerintah RI.1995. Intruksi Presiden No.4 tahun 1995
Tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan
Membudayakan Kewirausahaan (GNMMK).

Jakarta: Pemerintah RI.

JURNAL EKONOMI BISNIS | TAHUN 14 | NOMOR 2 | JULI 2009 130

Pengembangan Model Pembelajaran Internalisasi Nilai-Nilai Kewirausahaan pada SMK di Kota Malang Pengembangan Model Pembelajaran Internalisasi Nilai-Nilai Kewirausahaan pada SMK di Kota Malang
Robbins, S.P. 1993. Organizational Behavior, Sixth Edition.
Englowood Cliffs, New Jersey, Printice Hall Inc.

Sutjipto. 2001. Minat Siswa Sekolah Menengah Kejuruan
(SMEA) terhadap Kewiraswastaan, www.
depdiknas.go.id

Winarno, A. 2004. Tinjauan Kritis Pendidikan Kejuruan
Berbasis Kewirausahaan, Jurnal Manajemen,
Akuntansi dan Bisnis, 2 (2), 107–114.

Winarno,A. 2007. Internalisasi Nilai-nilai Kewirausahaan:
pendekatan Fenomenologi pada SMK Negeri
3 Malang, Disertasi, tidak diterbitkan. Malang: Program
Pascasarjana, Universitas Negeri Malang.

 131 ISSN: 0853-7283

0 komentar:

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes